Pontianak, FTIK IAIN Pontianak – Mengharukan sekaligus membanggakan mewarnai suasana perpisahan Ketua Program Studi Tadris Bahasa Inggris FTIK IAIN Pontianak, Senin (02/09/2024) di Ruang Pertemuan Prodi Tadris Bahasa Inggris. Pertemuan tersebut dihadiri oleh Wakil Dekan I, Eka Hendry AR, M.Si., M.Pd, Wakil Dekan III, Dr. Sahrani, M.Pd, Ketua Prodi PBA, Dr. Rahmap, MA, Kepala Pusat Bahasa, Segu, MA. Dihadiri pula oleh Dosen, Alumni, HMPS TBI FTIK IAIN Pontianak.
Acara ini dirangkai dengan serah terima jabatan dari Ketua Prodi Tadris Bahasa Inggris sebelumnya, Sulaiman, M.Pd kepada Nanik Shobikah, M.Pd selaku Ketua Prodi Tadris Bahasa Inggris yang baru dan Sekretaris Prodi, Oki Anggara, M.Si.
Wakil Dekan I, Eka Hendry AR, M.Si., M.Pd menyampaikan rasa bangganya kepada Sulaiman, M.Pd yang berhasil diterima kuliah program doktoralnya di University of Dundee, United Kingdom. Ia mengucapkan selamat dan mendoakan kelancaran dan kesuksesannya dalam menjalani perkuliahan selama di sana. Menurutnya prestasi membanggakan ini dapat menjadi contoh sekaligus motivasi bagi dosen dan mahasiswa lainnya untuk mengikuti jejak positif di masa depan.
Sulaiman, M.Pd mengucapkan terima kasih atas dukungannya kepada segenap sivitas akademika yang ada di IAIN Pontianak umumnya, FTIK dan TBI khususnya. Ia merasa terhormat karena selama ini diberikan amanah dan kepercayaan untuk memimpin Program Studi Tadris Bahasa Inggris FTIK IAIN Pontianak. Ia berharap di bawah kepemimpinan Nanik Shobikah, M.Pd dan Oki Anggara, M.Si Tadris Bahasa Inggris akan semakin maju dan meraih kesuksesan. Tentu hal itu belum cukup, maka dari itu dibutuhkan sinergi dan kerjasama dari setiap pimpinan, dosen, dan mahasiswa.
Sementara itu, Ketua Program Studi Tadris Bahasa Inggris, Nanik Shobikah, M.Pd mengucapkan terima kasih atas dedikasi dan kerja keras kaprodi sebelumnya dari awal terbentuknya TBI hingga kini. Ia berharap dapat melanjutkan tongkat estafet kepemimpinan ini lebih baik lagi ke depannya. Tentunya dibantu oleh Sekprodi, GKM, Dosen, Mahasiswa, serta support pimpinan.
Pontianak, FTIK IAIN Pontianak – Dalam rangka merajut silaturrahmi antara dosen dan mahasiswa sekaligus perpisahan Ketua Program Studi Tadris Bahasa Inggris, Sulaiman, M.Pd, Program Studi Tadris Bahasa Inggris menyelenggarakan Farewell Party, Jumat (30/08/2024) di Aula Abdul Rani Machmud. Dalam acara tersebut dibahas pula mengenai pembekalan magang bagi mahasiswa semester 3, 5, dan 7. Turut hadir dalam acara tersebut, Ketua dan Sekretaris Program Studi TBI yang baru dilantik, Nanik Shobikah, M.Pd dan Oki Anggara, M.Si, GKM TBI, Vibry Andina Nurhidayah, M.Hum beserta Dosen TBI, Militansina, M.Pd., Primatasha Desvira Dizza, M.Pd., Septian Utut Sugiatno, M.Pd., dan Sigit Aprisama, M.Pd. tidak hanya itu acara ini juga dihadiri oleh HMPS dan Mahasiswa Tadris Bahasa Inggris.
Dalam sambutannya, Sulaiman, M.Pd., mengucapkan terima kasih kepada segenap pihak yang banyak membantu selama ini. “Saya ucapkan terima kasih banyak kepada Ibu Nanik dan Mas Oki serta seluruh dosen TBI yang sudah membersamai dan membantu saya di prodi. Di balik semua pekerjaan saya selalu ada ide dari Ibu Nanik dan bantuan dari Mas Oki. Saya harap ke depannya kalian bisa lebih maju lagi di bawah kepemimpinan beliau,” ucapnya.
Sementara itu, Nanik Shobikah, M.Pd selaku Ketua Program Studi TBI baru menghaturkan terima kasih dan apresiasi luar biasa kepada Sulaiman, M.Pd yang selama ini mengerahkan waktu dan pikirannya untuk membesarkan Prodi TBI. “Terima kasih saya ucapkan kepada Pak Sulaiman, selaku ketua prodi pertama kita. Atas kerja keras beliaulah TBI bisa berada di posisi yang sekarang. Dan tak lupa, saya ucapkan selamat menempuh pendidikan S3 di University of Dundee, United Kingdom Inggris. Dan terima kasih kepada seluruh mahasiswa TBI dari semester 3 sampai 9 yang sudah hadir di acara ini,” terangnya.
Ahmad Aunuddinul Ma’arif selaku perwakilan dari HMPS TBI IAIN Pontianak mengucapkan terima kasih kepada Sulaiman, M.Pd selaku Kaprodi TBI periode 2020-2024. Ia juga mengucapkan selamat kepada Nanik Shobikah, M.Pd. dan Oki Anggara, S.Pd., M.Si. selaku Kaprodi dan Sekprodi TBI yang telah dilantik Rektor IAIN Pontianak. Tidak lupa pula GKM TBI, Vibry Andina Nurhidayah, M.Hum. “Beribu terima kasih kami ucapkan atas bimbingan Sir Sulaiman, Ma’am Nanik Shobikah selaku Kaprodi-Sekprodi yang membimbing TBI sejak awal. Begitu pula kepada Pak Oki Anggara selaku GKM TBI. Mungkin tidak ada ucapan terima kasih yang cukup untuk mengekspresikan rasa syukur kami atas bimbingannya selama ini. Dan tak lupa saya mewakili HMPS TBI IAIN Pontianak mengucapkan selamat atas jabatan baru yang diamanahkan kepada Ibu Nanik Shobikah, M.Pd., selaku Kaprodi TBI, Bapak Oki Anggara, S.Pd., M.Si., selaku Sekprodi TBI, Ibu Vibry Andina Nurhidayah, M.Hum., selaku Gugus Kendali Mutu TBI. Kami berharap TBI bisa semakin maju dan besar di kemudian hari,” ujarnya.
Tim akreditasi Program Studi Tadris Bahasa Inggris FTIK IAIN Pontianak melakukan rapat koordinasi Persiapan Asesmen Lapangan Tadris Bahasa Inggris, Senin (15/01/2024) di Ruang 215 Gedung Saifuddin Zuhri. Rapat dipimpin langsung oleh Ketua Prodi TBI, Sulaiman, M.Pd melalui gmeet dan dihadiri langsung oleh Sekretaris Prodi TBI, Nanik Shobikah, M.Pd serta Dosen dan Mahasiswa TBI.
Ketua Prodi TBI, Sulaiman, M.Pd mengajak kepada segenap dosen, tenaga kependidikan , dan mahasiswa TBI agar menyukseskan proses dan pelaksanaan asesmen lapangan akreditasi Prodi TBI pada 25 s.d. 26 Januari 2024. Menurutnya, masih ada waktu beberapa hari ke depan untuk menyiapkan apa yang belum diinput, memperbaiki kekurangan yang ada di LED dan DKPS, serta mengkoordinasikan segala hal terkait teknis lapangan selama asesmen lapangan berlangsung.
Sekretaris Prodi Tadris Bahasa Inggris, Nanik Shobikah, M.Pd berharap kegiatan asesmen lapangan akreditasi Prodi TBI dapat berjalan sesuai rencana dan meraih hasil yang maksimal.
Gugus Kendali Mutu Prodi TBI, Oki Anggara, M.Si. lakukan external benchmarking ke FITK UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta pada hari Kamis, 07 Desember 2023. Kunjungan ini dilakukan bersama dengan GKM Prodi PIAUD, Bayu Fitra Prisuna, M.Pd., Wakil Dekan Bidang Adm. Umum, Perencanaan dan Keuangan, Helva Zuraya, M.Ag., Kabag Tata Usaha, Tommy Hardiansyah, S.E., M.M., dan Tendik FTIK, Koerniyati, S.Kom.
Sekitar pukul 08.30, rombongan tiba di lokasi dan disambut oleh Hj. Ratna Eryani, S.Ag. (Kepala Bagian Tata Usaha) untuk diantar menuju ruang pertemuan. Pada saat kunjungan benchmarking, ternyata ada kunjungan dari civitas akademika UIN Sumatera Utara (fokus mereka kepada sistem layanan keuangan). Kedua rombongan berada di ruangan yang sama untuk menyimak sambutan dari FITK.
Wadek 2 FTIK IAIN Pontianak, Helva Zuraya, M.Ag. menyampaikan maksud dan tujuan kunjungan adalah ingin belajar belajar banyak dari UIN Jogja terkait beberapa hal, terutama Akreditasi prodi, Penjaminan Mutu, Laporan Kinerja, Manajemen Risiko, Pembuatan SKPI, Layanan Akademik dan Kemahasiswaan.
dari kiri ke kanan (Wadek 2 FTIK IAIN Pontianak, Wadek 2 FITK UIN Sunan Kalijaga, Wadek 2 FITK UIN Sumatera Utara, Kaprodi PIAU FITK UIN Sunan Kalijaga, Kabag FITK UIN Sunan Kalijaga)
Dr. Zainan Arifin, S.Pd.I., M.S.I. (Wakil Dekan Bidang Adm. Umum, Perencanaan dan Keuangan), selaku Wadek 2 FITK UIN Yogyakarta menyampaikan sambutannya,
“Selamat datang, suatu kehormatan. Banyak tamu banyak rezeki. Maaf jika ada kekurangan, terutama Bu Dekan dan Pak Wadek 1 berhalangan hadir karena ada agenda kegiatan lain di Magelang dan Jakarta. Kehadiran tamu bagi kami sebagai sarana sharing. Kenapa dari IAIN Pontianak dan UINSU lain bisa benchmarking secara rombongan? Kami memohon share trik n tipsnya.
Kondisi di FITK saat ini, dana/anggaran yang ada, 80℅ masuk ke prodi secara mandiri, sehingga kinerjanya harus tinggi. Banyak kegiatan, ditambah dengan dana MBKM. FITK telah mengajukan 5 prodi untuk akreditasi Int’l. Akreditasi internasional ini ternyata fokusnya lebih ke customer atau mahasiswa, lebih ke multikulturalisme dan pendidikan inklusinya, internasionalisasi, dan berlandaskan pada semangat filosofi pendidikan. Akreditasi internasional dibuat dalam skema klaster keilmuan. Penjelasan lebih lanjut perihal akreditasi akan kami arahkan ke prodi dan dikoordinasikan oleh WD1. Kita perlu ingat bahwa nasib mahasiswa tergantung akreditasi prodi, sehingga prodi “dianak emaskan”. Lalu terkait dengan penjaminan mutu, di FITK ini ada ruang PSM F (Pengendali Sistem Mutu Fakultas) yang difungsikan untuk ruang kontrol akreditasi. Kunci akreditasi adalah di borang. Kalo borang bagus, tidak perlu AL. Manrisk (manajemen risiko) di sini juga masih dikembangkan. Di sini ada Prof. Sigit Purnama yang mengkoordinir akreditasi internasional Prodi PIAUD), beliau merupakan profesor termuda. Saya pikir, LPM juga berjuang keras mendukung prodi. Akreditasi perlu didukung oleh sarana dan pelayanan prima. Kemudian perihal layanan keuangan, perlu menghitung beban tetap. Dengan akreditasi tinggi, rekognisi dosen pun tinggi.”
Setelah Dr. Zainan Arifin, S.Pd.I., M.S.I. (Wakil Dekan Bidang Adm. Umum, Perencanaan dan Keuangan) menyampaikan sambutannya, berikutnya Prof. Dr. Sigit Purnawa, M.Pd. (Ketua Program Studi PIAUD) yang memberikan sambutan,
“Dalam akreditasi, semua unsur itu terlibat, tidak bisa menomorsatukan beberapa pihak/bagian saja. Saya pikir utamanya di administrasi akademik. Kami mengarsipkan semua manual book dalam link https://it.uin-suka.ac.id/id/dokumen yang bisa diakses secara publik. Lalu terkait dengan penjaminan mutu, di fakultas ada PSM F (penetapan oleh rektorat, diusulkan Fakultas) sebagai tangan kanan dekan. Sedangkan di prodi ada PSM P (satu perprodi, penetapan oleh dekan, diusulkan oleh prodi). Sistem pengendali mutu harus disupport melalui berbagai program, karena tidak ada tunjungan khusus yang terintegrasi dalam ortaker kampus. Punggawa penjaminan mutu menempelnya di LPM, sering ikut kegiatan khusus LPM dan prodi. Saya pikir LPM cukup idealis, harus kuat dan banyak gak disukainya. Kemudian
perihal kurikulum, data di Fakultas jika dikelola baik. Akan memudahkan kebutuhan akreditasi. Pengembangan kompetensi tendik penting juga, terutama tentang kompetensi pengelolaan data, hal ini akan memudahkan ke depannya. Kalau akreditasi internasional, semua dokumen yang dibutuhkan perlu diunggah dalam sistem pendaftaran.”
Berikutnya yaitu sesi tanya-jawab terbuka antara FITK dan FTIK.
Berikut hasil rekapitulasinya:
Perihal Penjaminan Mutu, kondisi psikologis dan lain-lain akan keberadaan PSM F dan P, memang tidak ada anggaran khusus sebagai tunjangan, tidak masuk ke dalam struktural, saya pikir hal ini terjadi dimana-mana. Kalau kita berprestasi, baru akan dipuji di akhir. Sehingga saya pikir perlu ada revisi anggaran, dukungan psikologis yang memosisikan penjamin mutu sebagai mitra bukan pesaing. Oleh karena itu, pimpinan menjadi kunci dan LPM, harus totalitas dan kokoh supaya prodi tidak goyang. Proses budaya mutu dan bermutu itu jatuh bangun, pakai “jurus mabuk” aja.
Perihal Akreditasi Internasional, diakomodir oleh LPM. Kurikulumnya akan dicek orientasinya, apakah mengarah internasionalisasi tidak? Dari sisi jumlah SKS, totalnya 147 setara Eropa. Sedangkan jumlah mata kuliah sedikit, tapi padat (46 SKS). Lalu CP tidak boleh banyak-banyak, OBE atau outcome based education jadi pertimbangan utama (harus dilihat peran setelah lulus di masyarakat).
Perihal Anggaran dan Merdeka Belajar Kurikulum Merdeka, MBKM berawal dari prodi, diajukan ke fakultas, lalu dikolektifkan ke institut/kampus. Prodi memilih mata kuliah mana saja yang termasuk mata MBKM. Anggarannya “gelondongan” pakai sistem anggaran resiprokal via https://merpati.kemenag.go.id/. Prodi perlu ada program unggulan dan anggaran prodi sesuai dengan jumlah mahasiswa.
Perihal Surat Keterangan Pendamping Ijazah (SKPI), pembuatan SKPI bekerja by systems (bisa diisi sampai sidang/ujian skripsi) karena formatnya dari kementerian. Mahasiswa bisa mengisi daftar prestasi yang ingin dicantumkan dalam SKPI, lalu prodi melakukan verifikasi daftar prestasi. Berikutnya bisa dicetak oleh admin. Tips: semua buku panduan (manual book) diunggah ke website https://it.uin-suka.ac.id/id/dokumen sehingga semua civitas akademika bisa mengakses. SKPI bisa diisi mahasiswa mulai dari tahun pertama kuliah atau semester satu (mahasiswa aktif).
Kegiatan external benchmarking selesai pukul 15.00 WIB, Saya dan rombongan dari FTIK IAIN Pontianak kembali ke Unisi Hotel Malioboro dan tiba sekitar pukul 16.00 WIB.
Rombongan External Benchmarking FTIK IAIN PontianakRombongan External Benchmarking FTIK IAIN Pontianak Bersama Prof. Dr. Sigit Purnawa, M.Pd. (Ketua Program Studi PIAUD
Secara struktur, posisi dan fungsi penjaminan mutu di FITK UIN Yogya dan FTIK IAIN Pontianak sama. Yaitu tidak terintegrasi ke dalam organisasi dan tata kerja institut, membersamai (mitra) fakultas dan prodi dalam mengawal akreditasi. Penjaminan mutu di tingkat prodi atau fakultas diangkat oleh dekan.
Adapun perbedaannya adalah ketersediaan ruangan khusus bagi penjamin mutu sebagai ruang kerja dalam pengerjaan borang akreditasi atau pengawasan penjaminan mutu secara umum. Di FITK UIN Yogya sudah tersedia, namun di FTIK IAIN Pontianak belum.
Perihal akreditasi prodi, FITK UIN Yogya sudah berorientasi pada akreditasi internasional dan anggaran yang berbasis pada kebutuhan prodi (80% serapan anggaran oleh prodi) untuk menciptakan program unggulan prodi, sedangkan di FTIK IAIN Pontianak belum berorientasi pada akreditasi internasional serta kebijakan anggaran masih berbasis pada institut (pusat).
FTIK IAIN Pontianak bisa mengambil langkah lebih awal untuk menjadi pelopor dan unggul dalam mereformasi kembali organisasi dan tata kelola institut dengan mengintegrasikan penjaminan mutu sebagai bentuk nyata komitmen dan investasi akan budaya mutu. Selain itu, prodi-prodi di lingkungan FTIK IAIN Pontianak bisa membuat pertimbangan kembali untuk mengajukan akreditasi tingkat internasional sebagai daya jual dan bentuk nyata budaya mutu. Tentunya upaya ini akan berhasil jika ada usaha bersama dari berbagai pihak, termasuk anggaran/keuangan sebagai basis utama pengajuan akreditasi internasional dan anggaran yang berbasis pada kebutuhan prodi. Dukungan infrastruktur juga diperlakukan dengan menyediakan ruangan khusus bagi penjaminan mutu fakultas dan prodi sebagai ruang kerja dan peningkatan standar mutu layanan/fasilitas.
(ftik.iainptk.ac.id) Setelah sukses menyelenggarakan kegiatan Validasi dan Simulasi Asesmen Lapangan, Program Studi Tadris Bahasa Inggris melaksanakan Pelatihan Peningkatan Akademik dan Jenjang Karir Dosen, Jumat (10/08/2023) di Ruang Rapat Gedung Rektorat Lantai IV. Sebagai narasumber, Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Ketua Perkumpulan Tadris Bahasa Inggris Se-Indonesia, Prof. Didin Nuruddin Hidayat, M.A.TESOL, Ph.D. Kegiatan ini dihadiri oleh Dosen dan Mahasiswa Tadris Bahasa Inggris.
Dalam kesempatan tersebut, Prof. Didin sangat antusias menyampaikan perjalanan suksesnya di dunia akademik hingga akhirnya memeroleh gelar Guru Besar 1050 di usia yang masih relatif muda 42 tahun. Menurutnya, prestasi tersebut tidak diperoleh dengan mudah. Butuh perjuangan dan pengorbanan untuk melalui itu semua. Tahun 2020 merupakan awal kebangkitannya menulis beberapa artikel dan penelitian. Dari perjuangan itu, ia berhasil naik empat tingkat ke jenjang akademik Lektor Kepala 700. Ketekunan dan keuletan yang akhirnya membawa Prof. Didin dikukuhkan sebagai Guru Besar berdasarkan SK oleh Mendikbudristek Nadiem Anwar Makarim melalui Surat Keputusan Mendikbudristek Nomor 74139/MPK.A/KP.07.01/2022 tentang Kenaikan Jabatan Akademik/ Fungsional Dosen, Rabu (15/3/2023), Auditorium Harun Nasution, Kampus 1 UIN Jakarta.
Sembari menceritakan kisah suksesnya di dunia akademik, Prof. Didin memberi motivasi kepada dosen dan mahasiswa yang hadir saat itu. Menurutnya, keberhasilan diperoleh dari kerja keras dan doa. Namun jika belum berhasil itu artinya kesuksesan yang tertunda “Jika kita belum berhasil, itu merupakan tangga menuju kesuksesan. Gagal itu kalau kita tidak berusaha sama sekali. Kita harus memantaskan diri untuk bisa berhasil. Jangan mengharap sesuatu yang besar. Karena langkah besar bermula dari hal yang kecil,” terangnya.
“Buat folder khusus tersendiri untuk menyimpan apa yang perlu persiapkan untuk beasiswa. Ini merupakan salah satu contoh langkah kecil untuk kemudian diikuti dengan langkah-langkah berikutnya,” tambahnya.
Lebih lanjut ia merangkan, bahwa perlu ada habits yang terbangun dari diri sendiri. Melihat kesempatan dalam kesempitan. Setiap peluang sekecil apapun harus dimaksimalkan dengan baik. Tidak ada mimpi yang tak bisa dicapai kalau kita mau berusaha.
Sementara itu, Ketua Prodi Tadris Bahasa Inggris, Sulaiman, M.Pd. mengatakan, “Semoga guru besar kita ini bisa menjadi teladan dan contoh bagi kita untuk semangat membangun dan memantaskan diri dalam mencapai tujuan yang ingin kita capai. Kita sangat beruntung bertemu role model yang dapat berbagi ilmu kepada kita. Kita doakan semoga Prof. beserta keluarga sehat dan senantiasa bermanfaat bagi keluarga dan masyarakat,” pungkasnya.
The landscape of English language education is evolving rapidly, and alongside this transformation, assessment methods are also undergoing a significant shift. Educators are increasingly recognizing the limitations of traditional testing and are exploring innovative ways to gauge student progress and language proficiency.
Traditional testing, such as multiple-choice exams and fill-in-the-blank assessments, have long been the standard in English language education. However, these methods often focus on rote memorization and fail to capture the full range of language skills, including communication and critical thinking.
In response to these limitations, educators are turning to alternative assessment methods that provide a more comprehensive view of a student’s language proficiency. Some of these methods include:
1. Performance-Based Assessment: This approach evaluates students on their ability to apply English in practical, real-world situations. Projects, presentations, and role-plays allow students to demonstrate their language skills in meaningful contexts.
2. Portfolios: Students compile a collection of their work over time, showcasing their progress and a variety of language skills, including writing, speaking, and listening. Portfolios provide a holistic view of a student’s language development.
3. Self-Assessment and Reflection: Encouraging students to reflect on their language learning journey and assess their own progress fosters self-awareness and metacognition. It also empowers them to take ownership of their learning.
4. Peer Assessment: Peer evaluation allows students to assess the language proficiency of their peers, which not only offers a different perspective but also encourages collaborative learning.
5. Authentic Assessment: This method involves using real-world tasks, such as creating a restaurant menu or writing a letter, to assess language skills. Authentic assessment ensures that students can apply their English knowledge in practical scenarios.
6. Project-Based Assessment: Students work on projects that require them to use English for research, problem-solving, and presentation. This approach emphasizes critical thinking and collaboration, mirroring the skills needed in the professional world.
Moreover, technology has opened up new possibilities for assessment. Online quizzes, interactive platforms, and artificial intelligence tools can provide instant feedback, allowing students to track their progress and adapt their learning strategies.
Incorporating these alternative assessment methods not only provides a more accurate representation of a student’s language proficiency but also encourages a deeper and more meaningful learning experience. It shifts the focus from memorization to practical application, critical thinking, and communication skills.
In conclusion, the transformation of assessment methods in English teaching is aligning with the evolving needs of students and the demands of the modern world. Educators are increasingly embracing innovative ways to evaluate language proficiency, fostering a more holistic and learner-centered approach to English language education.
In an increasingly diverse and multicultural world, educators are recognizing the importance of culturally responsive teaching in English language education. For English Language Learners (ELL) students, the journey to language proficiency can be greatly enhanced when their cultural backgrounds and experiences are acknowledged and incorporated into the learning process. This article delves into the significance of culturally responsive teaching and how it is positively impacting ELL students’ English language education.
Culturally responsive teaching is rooted in the belief that learning is most effective when it acknowledges and respects the cultural identities and backgrounds of students. This approach helps ELL students feel valued and understood, creating a more conducive environment for language acquisition.
One key aspect of culturally responsive teaching is the selection of materials and resources that reflect the students’ cultures and languages. By incorporating diverse literature, music, and art, educators can engage ELL students in a meaningful way, making the learning experience more relatable and enjoyable.
Language educators are also incorporating the cultural elements of language into their teaching methods. This includes teaching not just the language but also the cultural nuances, customs, and etiquette associated with English. Understanding these cultural aspects is vital for ELL students to effectively communicate in various social contexts.
Moreover, teachers are encouraging students to share their own cultural experiences and stories, fostering a sense of belonging and community within the classroom. This not only provides ELL students with opportunities to practice English but also enriches the classroom environment by celebrating diversity.
Culturally responsive teaching promotes empathy, respect, and understanding among students, which are essential skills in today’s interconnected world. By embracing this approach, educators are helping ELL students not only become proficient in English but also navigate a globalized society with confidence and a deeper appreciation for their own cultures and the cultures of others.
In conclusion, culturally responsive teaching is a crucial element in modern English language education, as it ensures that ELL students not only acquire language skills but also feel included, appreciated, and empowered through their educational journey. This approach enriches the lives of students and strengthens the multicultural fabric of the learning environment.
Pontianak (iainptk.ac.id) Dihadiri oleh speaker mancanegara, Program Studi Tadris Bahasa Inggris (TBI) sukses menyelenggarakan Seminar Internasional “English as a Medium of Instruction (EMI)” secara hybrid,online via zoom meeting dan secara langsung di Aula Syeikh Abdul Rani Machmud, Selasa (14/03/2023). Kegiatan ini dibuka oleh Wakil Rektor II Bidang Administrasi Umum, Perencanaan dan Keuangan, Dr. H. Saifuddin Herlambang, MA. Dihadiri pula oleh Wakil Dekan I FTIK, Eka Hendry AR, M.Si., M.Pd, dan Ketua Prodi Tadris Bahasa Inggris, Sulaiman, M.Pd.
Seminar internasional ini menghadirkan beberapa pembicara handal dan kompeten di bidangnya baik dalam negeri maupun luar negeri, antara lain, Asriah Nurdini Mardiyyaningsih, S.Si., M.Pd., Ph.D. (Biology Lecturer at Tanjungpura University), Soni Ariawan, M.Ed. (Lecturer at State Islamic University UIN Mataram), Soulaya Lestari, S.Hum, M.Sc. (English Lecturer at Indonesia University), Ari Kusniawati, S.Pd. (English Teacher at Global Mandiri School, Jakarta), Will Nash, M.Ed., M.A., PGCE, DipTESOL. (Academic Director at English Language Teaching Centre The University of Sheffield), dan Kaprodi TBI, Sulaiman, M.Pd.
Dalam sambutannya, Wakil Rektor II Bidang Administrasi Umum dan Keuangan, Dr. H. Saifuddin Herlambang, MA mengungkapkan, eksitensi bahasa inggris begitu penting bagi akademisi, dosen guru dan mahasiswa perlu membaca banyak literatur dalam bahasa inggris untuk memperluas referensi penelitan dan pengembangan diri. bukan hanya membaca tetapi mampu menulis artikel serta mengajar subject menggunakan bahasa inggris sebagai bahasa pengantar.
Wakil Rektor II Bidang Administrasi Umum dan Keuangan, Dr. H. Saifuddin Herlambang, MA (Tengah) dan Wakil Dekan I FTIK, Eka Hendry AR, M.Si., M.Pd (Kanan)
Wakil Dekan I FTIK, Eka Hendry AR, M.Si., M.Pd, menuturkan, pimpinan FTIK mengapresiasi kegiatan seminar TBI serta mendukung sepenuhnya kegiatan dalam pengembangan bahasa asing. Karena kita menyadari bahwa, kebutuhan penguasaan bahasa asing sekarang sangat mendesak. Selain untuk pengembangan ilmu juga untuk membangun jaringan komunikasi dan kerjasama internasional.
Ia menambahkan, Prodi Bahasa Inggris harus mengambil peran tersebut secara optimal. Langkah membangun kerjasama dengan berbagai pihak yang telah dilakukan merupakan hal konstruktif dan harus dikembangkan lebih luas lagi di masa mendatang. “Dukungan semua sivitas akademika mutlak diperlukan dalam pengarus utamaan peningkatan kompetensi bahasa Asing utk dosen, mahasiswa dan tenaga kependidikan,” ujarnya.
Diwawancarai secara online, Kaprodi Tadris Bahasa Inggris, Sulaiman, M.Pd., menyampaikan bahwa seminar ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas, serta pengetahuan dan keterampilan Mahasiswa TBI sebagai calon pendidik, “Tujuannya untuk meningkatkan kualitas pendidikan khususnya bagi guru dan calon Guru Bahasa Inggris yang ada di prodi kita. Mahasiswa kita akan diberikan berbagai pengetahuan dan keterampilan agar mampu bersaing menjadi pendidik di tingkat global dan internasional,” ujarnya.
Dengan diselenggarakannya seminar ini, Sulaiman berharap agar adanya penggunaan bahasa Inggris yang baik dalam proses pembelajaran, serta meningkatkan kemampuan juga keterampilan serta pengetahuan mahasiswa agar menjadi mahasiswa yang unggul sesuai dengan harapan prodi untuk menjadi program studi dengan akreditasi unggul.
Kemudian, ia menambahkan tentang perencanaan penyelenggaraan seminar internasional selanjutnya, “Dalam waktu dekat, minggu depan kita juga akan ada seminar internasional dan akan dilanjutkan dengan 2 bulan lagi perlombaan internasional,” tambahnya.
Organizing Committee of The 4th International Seminar on EMI
Sementara itu, Ketua Panitia Seminar Internasional “English as a Medium of Instruction (EMI)”, Oki Anggara, S.Pd., M.Si menyampaikan harapannya dengan adanya seminar ini, peserta mendapatkan pengetahuan dan pengalaman yang menarik, “Semoga para peserta mendapatkan pengetahuan dan pengalaman yang menarik,” ujarnya.
Presentation on EMI: Challenges and OpportunitiesPresentation on EMI for Teenagers/Junior High StudentsPresentation on TranslanguagingPresentation on EMI for Biology SubjectPresentation on General Outlook of EMIPresentation on Teaching Subjects through English: Content vs Language
Mahasiswa TBI Semester 2, Suci Rahmadayanti menyampaikan kesannya terhadap penyelenggaraan seminar ini, “Yang saya dapatkan di seminar Internasional ini yaitu saya jadi tahu bagaimana cara yang mudah untuk mengajarkan murid dalam menggunakan Bahasa Inggris. Apalagi sekarang saya masuk ke Jurusan Tadris Bahsa Inggris, tentu saya kelak akan mengajarkan murid-murid saya dalam menggunakan Bahasa Inggris,” ucapnya.
Ia juga menambahkan harapannya terhadap kegiatan lanjutan prodi untuk ke depannya, “Ke depannya, semoga Program Studi Tadris Bahasa Inggris bisa mengadakan kegiatan seminar seperti ini lagi, karena manfaatnya sangat besar bagi calon-calon pengajar nantinya,” imbuhnya.
Storytelling, a timeless and universal art, is proving to be a potent tool in the realm of English teaching. Educators worldwide are recognizing the immense benefits of incorporating storytelling into language instruction to enhance language acquisition, engagement, and retention.
Storytelling offers a compelling narrative structure that captures the imagination and interest of learners. Whether in the form of traditional tales, modern fiction, or personal anecdotes, stories provide context, emotion, and cultural insight that help students connect with the English language on a deeper level.
One of the primary advantages of using storytelling in English teaching is the improvement of listening and comprehension skills. Students are exposed to varied accents, tones, and colloquial language through narratives, making them more attuned to real-world conversational nuances.
Furthermore, storytelling encourages active participation and interaction in the learning process. Students can engage in discussions about the story, share their interpretations, and even create their narratives. This not only enhances speaking and writing skills but also fosters critical thinking and creativity.
Cultural awareness and empathy are nurtured through stories that depict different societies, perspectives, and experiences. English language learners gain a broader view of the world as they explore narratives from various cultures, eras, and backgrounds.
Incorporating multimedia and technology amplifies the impact of storytelling. Podcasts, audiobooks, videos, and interactive storytelling apps provide students with diverse formats to explore and engage with stories in English.
Additionally, storytelling can be tailored to the proficiency level of learners. Simple, straightforward stories can be used with beginners, while complex narratives challenge advanced learners. This adaptability ensures that storytelling remains an effective tool for all stages of English language education.
Educators often use storytelling to enhance vocabulary and grammar skills. Learners encounter new words and grammatical structures within the context of a narrative, making language acquisition more organic and enjoyable.
In conclusion, the power of storytelling in English teaching is evident in its ability to captivate students, enhance listening and comprehension skills, promote active engagement, cultivate cultural awareness, and adapt to various proficiency levels. With the diverse range of stories available today and the integration of technology, storytelling remains a dynamic and indispensable tool in the arsenal of English language educators, enriching language acquisition and fostering a love for the language.
In an ever-evolving educational landscape, English teaching methods have seen a remarkable transformation. With the digital age upon us, educators are now tasked with engaging the tech-savvy, digital generation in new and innovative ways.
Gone are the days of rote memorization and monotonous grammar drills. Today’s English teachers are harnessing the power of technology and creative pedagogical techniques to make learning the English language more engaging and effective than ever before.
One of the key drivers of this transformation is the integration of multimedia and interactive resources. From educational apps and virtual reality to online language learning platforms, educators are leveraging the digital world to create immersive language learning experiences. These tools not only appeal to the tech-savvy nature of today’s learners but also make language acquisition more fun and interactive.
Moreover, English teachers are increasingly adopting project-based learning approaches. Students are encouraged to work on real-world projects that involve researching, creating, and presenting in English. This not only enhances language skills but also promotes critical thinking and problem-solving abilities.
Another innovative approach gaining traction is the use of gamification in language teaching. Gamified lessons, through elements of competition and rewards, make learning English a captivating adventure. Gamification not only increases student engagement but also motivates learners to keep improving their language skills.
Furthermore, the role of AI and chatbots in English language education is expanding. AI-powered chatbots provide instant language practice and feedback, allowing students to practice their English conversation skills at any time. These tools are becoming increasingly sophisticated and personalized, tailoring the learning experience to individual students.
In conclusion, the landscape of English language teaching is undergoing a dynamic shift, with innovation at its forefront. As educators adapt to the needs and preferences of the digital generation, we can expect an exciting future for English language learning, where technology, creativity, and interactivity play pivotal roles in engaging and educating the English learners of today.